A. Pendahuluan
Belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan adanya
perubahan perilaku baik aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan interaksi antara
siswa dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dilakukan pengukuran dan penilaian.
Alat ukur yang digunakan dapat berupa tes dan non tes. Dalam hal ini akan
diuraikan salah satu jenis tes yakni tes diagnostik.
Tes sebagai alat
ukur dan pengumpul informasi memiliki fungsi ganda yaitu mengukur siswa dan mengukur
keberhasilan dari program pengajaran. Menurut Arikunto (2009:33), “ditinjau
dari segi kegunaan untuk mengukur siswa tes dibedakan atas 3 macam yaitu tes
diagnostik, tes formatif dan tes sumatif”.
Tes dapat berupa
pertanyaan, pernyataan atau permintaan untuk melakukan sesuatu untuk mengukur
pengetahuan, keterampilan, inteligensi atau kemampuan lain yang dimiliki oleh
siswa. Diagnostik berasal dari kata diagnosis yang berarti mengidentifikasi
penyakit dari gejala-gejala yang ditimbulkannya. Seperti seorang dokter,
sebelum menentukan obat apa yang akan diberikan kepada pasien, dokter tersebut
mengadakan pemeriksaan terlebih dahulu seperti memeriksa tekanan darah, suara
nafas, tes urine dan lainya. Demikian juga halnya seorang guru sebelum
memberikan bantuan kepada siswa, guru tersebut mengadakan tes untuk memeriksa
kesulitan belajar siswa. Tes seperti ini yang disebut dengan tes diagnostik.
B. Pengertian Tes Diagnostik
Beberapa ahli
mengemukakan pengertian tes diagnostik, menurut Arikunto, (2009:34). Tes
diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa
sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian
pemberlakukan yang tepat. Senada dengan Arikunto Rasyid dan Mansur (2007:164)
menjelaskan bahwa tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar
yang dihadapi peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Sudijono
(2008:70) mendefenisikan tes diagnotik adalah tes yang dilakukan untuk
menentukan secara tepat jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik
dalam suatu mata pelajaran tertentu. Selanjutnya dalam buku Tes Diagnostik yang
dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2007 menyebutkan bahwa tes diagnostik adalah tes yang
digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil tersebut
dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut
Dengan demikian
tes diagnostik merupakan upaya guru untuk mendapat informasi tentang kesulitan
siswa dalam belajar. Dengan diketahuinya kesulitan belajar siswa, guru akan
dapat mencarikan bantuan yang tepat kepada siswa. Dalam bukuTes diagnostik yang
diterbitkan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2007 dikemukan sejumlah
karakteristik dari tes diagnostik yaitu:
a. dirancang untuk mendeteksi kesulitan
belajar siswa, karena itu format dan respons yang dijaring harus didesain
memiliki fungsi diagnostik,
b. dikembangkan berdasar analisis terhadap
sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang mungkin menjadi penyebab munculnya
masalah (penyakit) siswa,
c. menggunakan soal-soal bentuk supply
response (bentuk uraian atau jawaban singkat), sehingga mampu menangkap
informasi secara lengkap. Bila ada alasan tertentu sehingga mengunakan bentuk selected
response (misalnya bentuk pilihan ganda), harus disertakan penjelasan
mengapa memilih jawaban tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan,
dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya, dan
d. disertai rancangan tindak lanjut
(pengobatan) sesuai dengan kesulitan (penyakit) yang teridentifikasi.
Tes
diagnostik memiliki dua fungsi utama, yaitu:
a.
Mengidentifikasi
masalah atau kesulitan yang dialami siswa,
b. Merencanakan tindak lanjut berupa
upaya-upaya pemecahan sesuai masalah
atau kesulitan yang telah teridentifikasi
C. Perencanaan dan Pelaksanaan Tes Diagnostik
Kurikulum yang ada sekarang di dasarkan
pada penguasaan komptenesi, oleh karena itu dalam merencakan tes diagnostik
sebaiknya dilakukan untuk memeriksa kompetensi yang bermasalah dimana siswa
mengalami kesulitan dalam belajar sehingga belum mencapai ketuntasan (KKM),
kemudian menentukan kemungkinan sumber masalahnya. Secara garis besar
langkah-langkah dalam mengembangkan tes diagnostik (diknas, 2007:5) adalah:
1.
Mengidentifikasi kompetensi dasar yang belum tercapai ketuntasannya.
2.
Menentukan
kemungkinan sumber masalah
3.
Menentukan bentuk dan jumlah soal yang
sesuai
4.
Menyusun
kisi-kisi soal
5.
Menulis soal
6.
Mereviu soal
7.
Menyusun
kriteria penilaian
Memperhatikan
fungsi dari tes diagnostik adalah untuk mengidentifikasi
permasalahan-permasalahan/ kesulitan yang
dialami siswa, maka guru dapat melakukan tes diagnostik ini pada beberapa waktu sebelum
proses pembelajaran, pada saat proses pembelajaran dan pada saat akan
mengakhiri pembelajaran.
Tes
diagnostik ke-1 dilakukan sebagai calon siswa sebagai input, untuk
mengetahui apakah calon siswa tersebut sudah menguasai pengetahuan yang
merupakan dasar untuk menerima pengetahuan di sekolah, sehingga tes ini disebut
juga tes penjajakan masuk (entering behaviour test). Tes diagnostik ke-1
dilakukan untuk mengukur tingkat penguasaan pengetahuan dasar, biasa disebut
dengan pengetahuan bahan prasarat (pre-requisite). Oleh karena itu tes
ini disebut juga tes prasarat atau pre-requeisite test.
Tes
diagnostik ke-2 dilakukan terhadap calon siswa yang sudah akan mulai
mengikuti program. Apabila cukup banyak calon siswa yang diterima sehingga
diperlukan lebih dari satu kelas, maka untuk pembagian kelas diperlukan suatu
pertimbangan khusus. Apakah anak yang baik akan disatukan dalam satu kelas,
atau semua kelas akan diisi dengan campuran anak yang baik, sedang atau kurang,
ini semua memerlukan informasi. Informasi seperti ini dapat diperoleh dengan
cara melakukan tes diagnostik. Dengan demikian maka tes diagnostik telah
berfungsi sebagai tes penempatan (placement
test)
Tes
diagnostik ke-3 dilakukan terhadap siswa yang sedang belajar. Tidak
semua siswa dapat menerima pelajaran yang diberikan guru dengan lancar. Sebagai
guru perlu memberikan tes diagnostik untuk mengetahui bagian/kompetensi dasar
mana dari bahan yang diberikan itu belum dikuasai siswa. Selain itu guru harus
dapat mengadakan deteksi apa sebab siswa tersebut belum menguasai bahan.
Bedasarkan hasil mengadakan deteksi tersebut guru dapat memberikan bantuan yang
diperlukan.
Tes
diagnostik ke-4 diadakan pada waktu siswa akan mengakhiri
pelajaran. Dengan tes ini guru akan dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa
terhadap bahan yang ia berikan. Tes ini dilakukan sebelum diadakan tes ulangan
akhir semester atau ulangan kenaikan kelas atau remedial seandainya ditemukan
permasalahan atau kesulitan-kesulitan belajar
Berdasarkan pada gambar diatas maka tes diagnostik ke-1
dan ke-2 diikuti oleh seluruh siswa. Tes diagmostik ke-3 dan ke-4 hanya diikuti
oleh siswa yang diduga bermasalah. Dugaan tersebut bisa di dasarkan pada hasil
ulangan harian atau pengalaman guru pada proses pembelajaran. Tes diagnostik
dapat dilakukan di kelas, laboratorium, di luar ruangan atau bahkan dapat
dilakukan dirumah dalam bentuk penugasan oleh guru. Dapat dilakukan oleh guru,
wali kelas dan bahkan oleh orang tua siswa di rumah. Perihal berapa lama tes
diagnostik dilakukan dapat dianalogikan
dengan pekerjaan dokter dalam mendiagnosis pasien. Dokter akan berusaha
melakukan diagnostik secara cepat dan tepat untuk mendapatkan gambaran tentang
penyakit yang diderita pasien. Demikian juga halnya dengan guru dalam
melaksanakan tes diagnostik, waktu yang diperlukan sangat tergantung kepada
jenis masalah/kesulitan belajar siswa yang ingin di diagnostik.
D. Analisis Tes Diagnostik dan Tindak Lanjut
Telah dijelakan bagaimana merencanakan
dan melaksanakan tes diagnostik. Kegiatan berikutnya adalah bagaimana
menganalisis hasil
tes diagnostik. Kegiatan analisis ini meliputi pengolahan berupa pemeriksaan, penskoran
dan penafsiran hasil tes secara
cermat dan akurat sehingga dapat digunakan untuk memberikan tindak lanjut.
Penskoran tes diagnostik pada prinsip
tidak berbeda dengan penskoran pada tes-tes yang lain, tetapi membutuhkan
penelusuran dan interpretasi respons yang lebih cermat untuk menemukan fungsi diagnostiknya. Beberapa hal
yang harus diperhatikan ketika melakukan penskoran dan penafsiran hasil tes diagnostik.
a. Memberikan skor
tertinggi jika jawaban siswa lengkap dan
skor terendah jika jawaban siswa paling
minim, kegiatan penskoran juga harus mampu merekam jenis kesalahan (type
error) yang ada dalam respons siswa. Siswa dengan skor sama, misalnya
sama-sama 0 (berarti responsnya salah) belum tentu memiliki type error yang
sama juga, karena itu mengidentifikasi penyebab terjadinya kesalahan jauh lebih
bermakna dibandingkan dengan menentukan berapa jumlah kesalahannya atau berapa
skor total yang dicapainya. Hasil identifikasi type error menjadi dasar
interpretasi yang akurat.
b. Untuk memudahkan identifikasi dan analisis
terhadap berbagai type error yang terjadi, setiap type error
dapat diberi kode yang ditentukan guru,
misalnya:
A=terjadi miskonsepsi
B= kesalahan mengubah satuan
C=kesalahan menggunakan formula
D=kesalahan perhitungan, dan
seterusnya.
c. Bila tes diagnostik terhadap suatu indikator
dibangun oleh sejumlah butir soal perlu ditentukan batas pencapaian untuk menentukan
bahwa seorang siswa itu dinyatakan “sakit” (bermasalah). Juga perlu ditentukan
batas toleransi untuk jumlah dan jenis type error yang boleh terjadi.
Batas pencapaian ini dapat ditentukan sendiri oleh guru berdasar pengalamannya
atau berdiskusi dengan teman sejawat. Batas
pencapaian dapat dilakukan berdasarkan pencapaian KKM misalnya 75, namun karena
tes diagnostik dimaksudkan sebagai dasar untuk memberikan bantuan, maka lebih
aman jika menggunakan batas pencapaian tinggi, misalnya 80%.
d. Penskoran terhadap butir soal pemecahan
masalah (problem solving) hendaknya mampu merekam setiap kemampuan yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah tersebut, meliputi:
o kemampuan
menerjemahkan masalah ke dalam bahasa sains (linguistic knowledge);
o kemampuan
mengidentifikasi skema penyelesaian masalah (schematic knowledge);
o kemampuan
mengidentifikasi tahapan-tahapan penyelesaian masalah (strategy knowledge);
dan
o kemampuan
melakukan tahapan-tahapan penyelesaian masalah (algorithmic knowledge).
Masing-masing komponen kemampuan di atas
mendapat skor sesuai kompleksitas cakupannya dan dapat berbeda antara soal satu
dengan lainnya.
e. Tes diagnostik menggunakan acuan kriteria (criterion-
referenced), karena hasil tes diagnostik yang dicapai oleh seorang siswa tidak digunakan untuk
membandingkan siswa tersebut dengan kelompoknya melainkan terhadap kriteria
tertentu sehingga ia dapat diklasifikasikan “sakit dan membutuhkan terapi”
ataukah “sehat” sehingga dapat mengikuti kegiatan pembelajaran berikutnya.
Kegiatan guru
menindaklanjuti hasil tes diagnostik siswa jika dianalogikan dengan kegiatan pengobatan oleh dokter kepada pasiennya setelah dilakukan
serangkaian diagnosis. Tindak lanjut tersebut berupa perlakuan-perlakuan yang
sesuai dengan permasalahan atau kesulitan yang dihadapi siswa. Ibarat pemberian
obat, dosisnya tidak boleh terlalu rendah atau terlalu tinggi, apalagi sampai
salah memberikan obat. Karena hal yang demikian justru akan memperberat atau
menimbulkan masalah baru bagi siswa.
Kesembuhan pasien di rumah sakit tidak hanya ditentukan oleh jenis dan
dosis obat yang diberikan oleh dokter, tetapi dipengaruhi juga oleh pribadi
pasien, sikap dokter, lingkungan rumah sakit, perhatian keluarga dan lain-lain.
Demikian juga kegiatan tindak lanjut untuk menyelesaikan permasalahan siswa,
tidak hanya tertuju kepada siswa itu sendiri, melainkan juga kepada semua pihak
yang terkait dengan kegiatan pembelajaran dan berkontribusi yang menimbulkan permasalahan siswa, misalnya profesionalitas
guru, lingkungan sekolah, masyarakat, dan keluarga. Bahkan menyelesaikan
permasalahan belajar siswa terkadang bisa menjadi lebih rumit dibandingkan
mengobati suatu penyakit, karena keunikan dan kompleksitas faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Di bawah ini
diuraikan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dapat menindaklanjuti hasil
tes diagnostik dengan baik (diknas, 2007).
a. Kegiatan
tindak lanjut dilakukan betul-betul berdasarkan hasil analisis tes diagnostik
secara cermat. Tindak lanjut tidak selalu berupa kegiatan remidial di kelas,
tetapi dapat juga berupa tugas rumah, observasi lingkungan, kegiatan tutor
sebaya, dan lain-lain sesuai masalah atau kesulitan yang dihadapi siswa.
Kegiatan tidak lanjut juga tidak selalu dilakukan secara individu, tetapi dapat
juga dilakukan secara kelompok bergantung pada karakteristik masalah yang
dihadapi siswa.
b. Mengatasi
permasalahan yang disebabkan oleh miskonsepsi membutuhkan kesabaran, keuletan,
dan kecerdasan guru. Penelitian Berg (1991) menunjukkan bahwa miskonsepsi sulit
bila hanya diatasi melalui informasi atau penjelasan, oleh karena itu perlu
dirancang aktivitas atau pengamatan secara langsung untuk memperbaikinya.
c. Kegiatan
tindak lanjut diberikan secara bertahap dan berkelanjutan. Tes diagnostik pada
hakikatnya merupakan bagian dari ulangan harian, maka pelaksanaannya juga perlu
diatur sehingga tidak tumpangtindih (overlapping) dan tidak memberatkan
siswa maupun guru.
d. Perlu
dirancang program sekolah yang mendukung dan memberikan kemudahan bagi guru
untuk mengadministrasi, melaporkan, dan menindaklanjuti hasil tes diagnostik,
misalnya penyediaan sarana dan tenaga teknis, pemberian insentif atau
penghargaan, dan program-program lain yang mendukung profesionalitas guru,
misalnya lokakarya, workshop, dan penelitian yang mengangkat hasil-hasil tes diagnostik. Selain untuk evaluasi di
sekolah, bila memungkinkan hasil analisis tes diagnostik juga dikirimkan atau
dilaporkan kepada orang tua siswa, sehingga secara bersama-sama dapat membantu
siswa dalam memecahkan masalahnya.
E. Simpulan
Tes diagnostik
merupakan tes dalam upaya mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami
siswa. Untuk dapat mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa dengan cepat
dan tepat, tes diagnostik harus direncanakan, dilaksanakan, dianalisis secara cermat
sehingga berfungsi diagnostik. Hasil analisis digunakan untuk memberikan tindak
lanjut berupa pemberian bantuan dalam mengatasi kesulitan yang dialami siswa.
Daftar pustaka
Arikunto Suharsimi,
2008. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, Jakarta, Bumi Akasara
Depdiknas, 2007. Tes
Diagnostik, Direktorat Pembinaan sekolah Menengah Pertama
Rasyid
Harun dan Mansyur, 2007. Penilaian hasil Belajar, Bandung, Wacana Prima
Sudijono
Anas, 2008. Pengatar Evaluasi
Pendidikan, Jakarta, Raja
Grafinddo Persada